Selasa, 16 Desember 2014

makalah sejarah peradaban islam



COVER

Tugas Kelompok II
MAKALAH
“SEJARAH PERADABAN MASA NABI”

Di Susun Oleh:
Nurhidayat Novalis, NIM: 1301140326



Dibuat Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah: SEJARAH PERADABAN ISLAM
Dosen Pengampuh: ASMAWATI, M.Pd.



STUDI TADRIS BIOLOGI JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
2014 M / 1435 H

KATA PENGANTAR


Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada kita semua, karenanya dapatlah penulis menghimpun dan menyelesaikan tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam sesuai dengan jadwal. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga dan sahabat dan orang-orang yang mengikuti jejak langkah beliau samapai hari kiamat.
Pembuatan makalah ini bertujuan antara lain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Selain itu juga sebagai bahan untuk menambah wawasan penulis tentang Sejarah dan Peradaban Masa Nabi.
Harapan penulis pada makalah sederhana ini dapat berguna bagi pembaca sebagai bahan tambahan dalam proses belajar mengajar di dalam ruang kuliah dan lainya. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan demi perbaikan makalah sederhana ini. Segala sesuatu yang benar itu datangnya dari ALLAH SWT, dan yang salah adalah sifat manusia.


                                                                                                            Penulis


DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG

Pada awal mula Nabi Muhammad mendapatkan wahyu dari Allah SWT, yang isinya menyeru manusia untuk beribadah kepadanya, mendapat tantangan yang besar dari berbagai kalangan Quraisy. Hal ini terjadi karena pada masa itu kaum Quraisy mempunyai sesembahan lain yaitu berhala-berhala yang dibuat oleh mereka sendiri. Karena keadaan yang demikian itulah, dakwah pertama yang dilakukan di Makkah dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi, terlebih karena jumlah orang yang masuk Islam sangat sedikit. Keadaan ini berubah ketika jumlah orang yang memeluk Islam semakin hari semakin banyak, Allah pun memerintah Nabi-Nya untuk melakukan dakwah secara terang-terangan.
Bertambahnya penganut agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad, membuat kemapanan spiritual yang sudah lama mengakar di kaum Quraisy menjadi terancam. Karena hal inilah mereka berusaha dengan semaksimal mungkin mengganggu dan menghentikan dakwah tersebut. Dengan cara diplomasi dan kekerasa mereka lakukan. Merasa terancan, Allah pin memerintahkan Nabi Muhammad untuk berhijrah ke kota Madinah. Disinilah babak baru kemajuan Islam dimulai.

2.      RUMUSAN MASALAH

a.       Bagaimana latar belakang Nabi Muhammad SAW ?
b.      Bagaimana periode di mekah?
c.       Bagaimana periode di madinah?
d.      Bagaimana dengan kebudayaan dan seni?
e.       Peperangan yang terjadi dalam Islam?
f.       Masa terakhir Nabi Muhammad SAW?

3.      TUJUAN

a.       Dapat mengetahui latar belakang Nabi Muhammad SAW
b.      Dapat mengetahui periode di mekah.
c.       Dapat mengetahui periode di madinah.
d.      Dapat mengetahui kebudayaan dan seni.
e.       Dapat mengetahui Peperangan yang terjadi dalam Islam.
f.       Dapat mengetahui Masa terakhir Nabi Muhammad SAW.


BAB II

PEMBAHASAN

1.      NABI MUHAMMAD SAW

Sebelum kita membahas segala yang berhubungan dengan peradaban pada masa Rasulullah. Ada baiknya kita membahas terlebih dahulu tentang Nabi Muhammad dan kehidupannya. Ini penting untuk kita ketahui karena Nabi Muhammadlah aktor penting di balik terciptanya peradaban islam yang luar biasa itu.
Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun gajah, tahun ketika pasukan gajah Abrahah mengalami kehancuran. Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 570 M (12 Rabiul Awal). Beliau lahir tidak jauh dari Ka’bah. Ayahnya Abdullah meninggal dunia ketika beliau masih dalam kandungan, sementara ibunya Aminah wafat sewaktu ia berusia 6 tahun. Kakeknya Abdul Muthalib mengasuhnya selama dua tahun, dan ia diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
Merupakan suatu kebiasaan di antara orang-orang kaya dan kaum bangsawan Arab bahwa ibu-ibu mereka mengirimkan anak-anak mereka ke pedesaan untuk diasuh dan dibesarkan disana. Begitu pula Nabi Muhammad, setelah diasuh beberapa lama oleh ibunya, beliau dipercayakan kepada Halimah dari suku Banu Sa’ad untuk diasuh dan dibesarkan.
Nabi Muhammad berada dalam asuhan Halimah hingga beliau berusia 6 tahun, lalu beliau dikembalikan ke ibunya Aminah. Pada saat ibunya membawanya untuk menziarahi makam ayahnya di Madinah, ditengah perjalanan, tepatnya di Abwa, ibunya menderita sakit dan menghembuskan nafas yang terakhir di sana. Dengan demikian pada usianya 6 tahun, Nabi Muhammad sudah kehilangan kedua orang tuanya.
Dalam usia muda, Nabi Muhammad hidup sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk mekah. Melalui kegiatan pengembalaan ini, dia menemukan tempat untuk berpikir dan merenung. Pemikiran dan perenungan ini membuat beliau jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga beliau terhindar dari berbagai macam noda yang dapat merusak namanya.[1]

2.      PERIODE DI MEKKAH

Pada priode ini, Rasulullah SAW berdakwah menyebarkan Islam di Mekah selama + 13 tahun. Menjelang usianya yang ke-40 tahun, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kegalauan masyarakat, berkontenplasi ke gua Hira, beberapa kilometer di Utara Mekkah. Di sana Muhammad mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakkur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul dihadapanya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama:Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. 96:1-5). Dengan turunya wahyu pertama ini , berarti Muhammad telah dipilih Allah sebagai nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.
Setelah wahyu pertama itu datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara nabi Muhammad menentikannya untuk selalu dating kegua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya. Wahyu itu berbunyi sebagai berikut: Hai orang yang berkemul (berselimut).Bangunlah, lalu berilah peringatan. Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah.
Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (Al-Muddaatssir 1-7).
Dengan turunya perinyah itu, mulailah Rasullah berdakwah. Pertama-tama beliau melakukannya secara diam-diam dilingkungan sendiri dan kalangan rekan-rekannya itu. Mula-lulanya isterinya sendiri, Khadijah, kemudan saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang baru berumur 10 tahun. Sebagai seorang pedagang yang berpengaruh, Abu Bakar berhasil mengIslamisasikan beberapa orang temannya dekatnya, seperti Usman bin Affan. Dengan dakwah diam-diam tersebut, belasan telah banyak memeluk Islam.[2]
Taktik yang dijalankan Nabi dalam berdakwah adalah sebagai berikut, sebelum mempunyai power, dakwah berjalan dengan diam-diam, setelah banyak pengikutnya dakwah berjalan terang-terangan, dengan resiko menghadapi teror dari musuh yang lebih banyak dan kuat. Untuk menghindarkan dari kekejaman dan teror kuffar pada pengikutnya, Nabi menganjurkan mereka berhijrah ke luar Makkah, yaitu Habasyah.
Secara politis hijrah ke Habasyah merupakan upaya mencari suaka politik pada raja yang beragama samawi. Terjadi dua kali hijrah ke Habsyah. Pada hijrah pertama berangkat dua belas orang pria empat orang wanita, yang dipimpin oleh Utsman Ibn Affan bersama istrinya Ruqqayah binti Rasulallah. Pada hijrah kedua berangkat satu rombongan yang terdiri dari delapan puluh tiga laki-laki dan sebelas orang wanita, dipimpin oleh Ja’far ibn Abi Thalib.
Dengan mengikatnya aniaya Quraisy terhadap Nabi hijrahlah beliau ke Thaif, ke bani Tsaqif, dengan pengharapan akan memperoleh pertolongan serta mendapat tambahan pengikut, akan tetapi, kenyataan yang diterima sebaliknya. Nabi di caci maki, dilempari batu oleh anak-anak, sampai badannya berlumur darah. Hijrah ke Thaif hanya mendapat satu orang hamba sahaya yang masuk Islam, yaitu Addas.
Ditinjau dari segi taktik dan strategi dakwah, hijrah ke Thaif itu menunjukan kemauan yang kuat untuk meneruskan dakwah, dengan  tidak mengenal putus asa, selalu berusaha  mnencari medan dakwah. Mengalirnya darah dari kaki Nabi, membuktikan bahwa setiap perjuangan dihadapkan  kepada pengorbanan, dan pengorbanan itu sampai mengancam keselamatan diri pembawa dakwah.
Pengalaman Thaif tidak menyurutkan dakwah Nabi. Pada tahun kesebelas kerasulan, diwaktu musim haji Nabi mengadakan kontak dakwah dengan jama’ah haji, tertariklah sekelompok orang Aus dan Khazraj, penduduk kota Yastrib, untuk masuk Islam. Pada tahun XI  masuk tujuh orang, pada tahun XII masuk Islam dua belas orang, pada tahun berikutnya datang lagi tujuh puluh dua orang penduduk Yastrib menyatakan masuk Islam dan bersumpah setia akan membela serta melindungi Nabi. Penduduk Yastrib yang sudah masuk Islam itu, memohon kepada Nabi untuk pindah ke Yastrib. Beliau memberi jawaban sebelum mendapat perintah dari Allah.[3]

3.      PERIODE DI MADINAH

Dalam perjalanan ke Yastrib nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yastrib, nabi neristirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap dirumah Kalsum bin Hindun. Dihalaman rumah itu nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun nabi, sabagai pusat peribadatan. Tak lam kemudian Ali menggabungkan diri dengan nabi, setelah menyelesaikan urusannya di Mekkah. Waktu yang mereka tunggu-tunggu tiba. Nabi memasuki Yastrib dan penduduk kota ini mengelu-elukan kedatangannya beliau dengan gembira. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama kota Yastrib diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering disebut pula Madinatul Munawwarah (Kota yang Bercahaya), karena sanalah sinar Islam memancar keseluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut Madinah saja.[4]
Secara sistematik, proses peradaban yang dilakukan oleh Nabi pada masyarakat Islam di Yatsrib adalah: Pertama, Nabi Muhammad SAW mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah (Madinah Ar-Rasul, Madinah An-Nabi, atau Madinah Al-Munawwarah). Perubahan yang bukan terjadi secara kebetulan, tetapi perubahan nama yang menggambarkan cita-cita Nabi Muhammad SAW, yaitu membentuk sebuah masyarakat yang tertib dan maju, dan berperadaban. Kedua, membangun masjid, membangun masjid. Masjid bukan hanya dijadikan pusat kegiatan ritual shalat saja, tetapi juga menjadi sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Di samping itu, masjid juga menjadi pusat kegiatan pemerintahan. Ketiga, Nabi Muhammad SAW membentuk kegiatan mu’akhat (persaudaran), yaitu mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar. Persaudaraan diharapkan dapat mengikat kaum muslimin dalam satu persaudaraan dan kekeluargaan. Nabi Muhammad SAW membentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan seagama, di samping bentuk persaudaraan yang sudah ada sebelumnya, yaitu bentuk persaudaraan berdasarkan darah. Keempat, membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Dan Kelima, Nabi Muhammad SAW membentuk pasukan tentara untuk mengantisipasi gangguan-gangguan yang dilakukan oleh musuh.[5]
Pada fase Madinah ada beberapa bidang yang dikembangkan sebagai wujud dari upaya Nabi untuk membentuk Negara Islam diantaranya yaitu pembentukan sisitem sosial kemasyarakatan, militer, politik, dakwah, ekonomi, dan sumber pendapatan Negara. Pada fase ini Islam menjadi agama yang dipeluk oleh seluruh Jazirah Arab, sebagai tanda keberhasilan dakwah Nabi Muhammad.[6]

4.      KEBUDAYAAN DAN SENI

a.       Kebudayaan
Agama Islam sangat memperhatikan ilmu pengetahuan disamping mendorong dan menyeru agar dimiliki. Rasulullah SAW begitu besar menaruh perhatian agar para sahabat belajar menulis, sehingga setiap tawanan perang Badar yang pandai baca tulis dan tidak mampu menebus dirinya diharuskan mengajar sepuluh anak-anak kaum muslimin sebagai tebusannya atas dirinya. Kemudian beliau juga telah mendorong para sahabat agar mempelajari bahasa-bahasa saat beliau mengutus para dai’ dan para utusannya kepada para raja dan amir di luar Jazirah Arab. Beliau telah menasehati Zaid bin Tsabit agar belajar tentang tulisan bangsa Yahudi karena beliau tidak merasa aman berada di tengah mereka.[7]
Pemikiran-pemikiran Rasulullah dan ajaran-ajarannya telah menemukan benih-benihnya di tanah yang subur sehingga membuahkan kelompok yang dianggap sebagai orang-orang yang berkedudukan sangat tinggi dan besar. Mereka adalah orang-orang yang hafal terhadap nash-nash Alquran sebagai kitab suci dan disucikan. Hanya mereka sajalah yang benar-benar hafal dan memahami Alquran di luar kepala. Mereka juga adalah para penjaga yang sangat ketat untuk menghafal setiap sabda dan wasiat yang diriwayatkan dari Nabi SAW, disamping sebagai orang-orang terpercaya memelihara jejak Muhammad SAW dalam bidang moral. Dari merekalah tersusun jamaah Islam di mana dari mereka muncullah pada suatu hari kelompok orang–orang besar dari kalangan para ahli fiqh, ahli ushul, dan ahli hadits di tengah masyarakat Islam.[8]
b.      Seni
Pada umumnya masyarakat Islam pada masa Rasulullah SAW dan Al Khulafa Ar Rasyidun hidup bersahaja dan lebih mengutamakan jihad di jalan Allah. Masyarakat Islam pada waktu itu tidak tertarik oleh seni dan berbagai jenisnya. Dalam hal ini Ibnu Khaldun berkata: Agama pada mulanya melarang berlebih-lebihan dalam sesuatu yang tidak mempunyai tujuan.
Ketika penaklukan bangsa Arab meluas dan mereka pun berakulturasi dengan bangsa-bangsa lain, maka mereka menghimpun beragam bentuk seni lama dan mewarnainya dengan agama Islam. Dengan demikian, dalam pandangan mereka ruang lingkup seni sangat luas dan karenanya mereka juga dapat menghasilkan baru yang tidak keluar dari garis yang telah ditetapkan dalam Islam.[9]

5.      PEPERANGAN YANG TERJADI DALAM ISLAM

Perang pertama yang sangat menentukan masa depan Negara Islam ini adalah perang Badar, perang antara kaum Muslimin dengan musyrik Quraisy. Di daerah Badar, kurang lebih 120 km dari Madinah, pasukan nabi bertemu dengan pasukan Quraisy yang berjumlah 900 sampai 1000 orang. Dalam perang ini kaum Muslimin keluar sebagai pemenang. Namun, orang-orang Yahudi Madinah tidak senang. Mereka memang tidak sepenuh hati menerima perjanjian yang telah dibuat antara mereka dengan nabi.[10]
Pada tahun ke-3 H, mereka berangkat ke Madinah membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda dibawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang diantara mereka memakai baju besi. Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000 orang. Namun, baru saja melewati batas kota Abdullah ibn Ubay, seorang munafik dengan 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Meskipun demikian, dengan 700 orang pasukan dari kota Madinah, tepatnya dibukit Uhud, kedua pasukan bertemu. Pertama-tama, prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur tentara musuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Khalid ibn Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam. Dengan disiplin yang tinggi dan strategi perang yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang lebih besar. Kemenangan yang sudah diambang pintu itu tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan musuh. Prajurit Islam memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan gerakan musuh termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah diperintahkan nabi agar tidak meninggalkan posnya. Kelengahan kaum Muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid ibn Walid berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam dan pasukan Quraisy yang tadinya sudah kabur berbelik menyerang. Satu per satu pahlawan Islam gugur, bahkan nabi sendiri terkena serangan musuh. Perang ini berakhir dengan 70 orang pejuang Islam syahid dimedan perang.[11]
Masyarakat Yahudi yang mengungsi ke Khaibar itu kemudian mengadakan kontrak dengan masyarakat Mekkah untuk menyusun kekuatan guna menyerang Madinah. Mereka membentuk pasukan gabungan yang terdiri dari 24.000 orang tentara. Mereka bergerak menuju Madinah pada tahun ke-5 H. Atas usul Salman Al-Farisi, nabi memerintahkan umat Islam menggali parit untuk pertahanan. Namun, mereka mengepung Madinah dengan mendirikan kemah-kemah diluar parit hamper sekitar sebulan lamanya. Perang ini disebut perang Ahzab (sekutu beberapa suku) atau Khandag (parit). Dalam suasana kritis itu, orang-orang Yahudi Bani Quraizah dibawah pimpinan Ka’bah bin Asad berkhianat. Hal ini makin membuat umat Islam makin terjepit. Setelah sebulan pengepungan, angin, dan badai turun amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa hasil apa pun. Sementara itu, pengkianat-penghianat Yahudi Bani Qiraizah dijatuhi hukuman berat, hukuman mati.[12]
Melihat kenyataan ini Heraklius menyusun pasukan besar diutara Jazirah Arab, Syria, yang merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Ghassan dan Bani Lachmides. Untuk menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri siap berperang bersama nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula. Melihat besarnya pasukan Islam yang dipimpin nabi, tantara Romawi itu menjadi kecut. Nabi sendiri tidak melakukan perngejaran, tetapi berkemah di Tabuk. Di sini beliau membuta beberapa perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul dalam barisan Islam. Perang Tabuk adalah perang terakhir yang di ikuti Rasullah SAW.[13]

6.      MASA TERAKHIR NABI MUHAMMAD SAW

Pada tahun ke-9 dan 10 H banyak suku dari berbagai pelosok Arab mengutus delegasi kepada Nabi Muhammad menyatakan ketundukan mereka. Masuknya orang Mekkah kedalam agama Islam rupanya mempunyai engaruh yang amat besar pada pnduduk padang pasir yang liar itu. Tahun ini disebut tahun perutusan.
Dalam kesempatan menunaikan ibdaha haji yang terakhir, haji Wada’, tahun 10 H, Nabi Muhammad menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain: larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan mangambil harta orang lain dengan batil, karena nyawa dan harta benda adalah suci; larangan riba dan larangan menganiaya; perintah untuk memperlakukan para isteri dengan baik dan lemah lembut dan perintah manjahui dosa; semua pertengkaran antara mereka dizaman Jahiliyah harus saling memaafkan; balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan diantara manusia harus ditegakkan; hamba sahay harus diberlakukan dengan baik, mereka makanseperti apa yang dimakan tuannya dan memakai seperti apa yang tuan mereka pakai; dan yang terpenting adalah umat Islam harus selalu berpegang kepada dua sumber yang tak pernah using, Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Selanjutnya, prinsi-prinsip itu bila disimpulkan adalah kemanusiaan, persamaan, keadilan, social, keadilan ekonomi, kebajikan dan solidaritas.[14]
Setelah itu, Nabi Muhammad kemabli ke Madinah. Balau mengatur organisasi mesyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para da’I dikirim keberbagai daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu, nabi menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin, tanggal 12 Rabuil Awal 11 H / 8 Juni 632 M, Nabi Muhammad wafat dirumah isterinya Aisyah.[15]


BAB III

PENUTUP

1.      KESIMPULAN

·         Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun gajah, tahun ketika pasukan gajah Abrahah mengalami kehancuran. Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 570 M (12 Rabiul Awal). Beliau lahir tidak jauh dari Ka’bah. Ayahnya Abdullah meninggal dunia ketika beliau masih dalam kandungan, sementara ibunya Aminah wafat sewaktu ia berusia 6 tahun. Kakeknya Abdul Muthalib mengasuhnya selama dua tahun, dan ia diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
·         Periode Mekkah
Pada priode ini, Rasulullah SAW berdakwah menyebarkan Islam di Mekah selama + 13 tahun. Menjelang usianya yang ke-40 tahun, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kegalauan masyarakat, berkontenplasi ke gua Hira, beberapa kilometer di Utara Mekkah. Di sana Muhammad mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakkur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul dihadapanya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama:Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. 96:1-5). Dengan turunya wahyu pertama ini , berarti Muhammad telah dipilih Allah sebagai nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.
·         Periode Madinah
Dalam perjalanan ke Yastrib nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yastrib, nabi neristirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap dirumah Kalsum bin Hindun. Dihalaman rumah itu nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun nabi, sabagai pusat peribadatan. Tak lam kemudian Ali menggabungkan diri dengan nabi, setelah menyelesaikan urusannya di Mekkah. Waktu yang mereka tunggu-tungg tiba. Nabi memasuki Yastrib dan penduduk kota ini mengelu-elukan kedatangannya beliau dengan gembira. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama kota Yastrib diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering disebut pula Madinatul Munawwarah (Kota yang Bercahaya), karena sanalah sinar Islam memancar keseluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut Madinah saja.
·         Kebudayaan dan seni
Agama Islam sangat memperhatikan ilmu pengetahuan disamping mendorong dan menyeru agar dimiliki. Rasulullah SAW begitu besar menaruh perhatian agar para sahabat belajar menulis, sehingga setiap tawanan perang Badar yang pandai baca tulis dan tidak mampu menebus dirinya diharuskan mengajar sepuluh anak-anak kaum muslimin sebagai tebusannya atas dirinya.
                  Pada umumnya masyarakat Islam pada masa Rasulullah SAW dan Al Khulafa Ar Rasyidun hidup bersahaja dan lebih mengutamakan jihad di jalan Allah. Masyarakat Islam pada waktu itu tidak tertarik oleh seni dan berbagai jenisnya. Dalam hal ini Ibnu Khaldun berkata: Agama pada mulanya melarang berlebih-lebihan dalam sesuatu yang tidak mempunyai tujuan.
·         Peperangan yang terjadi pada masa nabi
Perang pertama yang sangat menentukan masa depan Negara Islam ini adalah perang Badar, perang antara kaum Muslimin dengan musyrik Quraisy. Di daerah Badar, kurang lebih 120 km dari Madinah, pasukan nabi bertemu dengan pasukan Quraisy yang berjumlah 900 sampai 1000 orang.
Pada tahun ke-3 H, mereka berangkat ke Madinah membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda dibawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang diantara mereka memakai baju besi. Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000 orang. Namun, baru saja melewati batas kota Abdullah ibn Ubay, seorang munafik dengan 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Meskipun demikian, dengan 700 orang pasukan dari kota Madinah, tepatnya dibukit Uhud, kedua pasukan bertemu.
Masyarakat Yahudi yang mengungsi ke Khaibar itu kemudian mengadakan kontrak dengan masyarakat Mekkah untuk menyusun kekuatan guna menyerang Madinah. Mereka membentuk pasukan gabungan yang terdiri dari 24.000 orang tentara. Mereka bergerak menuju Madinah pada tahun ke-5 H. Atas usul Salman Al-Farisi, nabi memerintahkan umat Islam menggali parit untuk pertahanan. Namun, mereka mengepung Madinah dengan mendirikan kemah-kemah diluar parit hamper sekitar sebulan lamanya. Perang ini disebut perang Ahzab (sekutu beberapa suku) atau Khandag (parit).
Melihat kenyataan ini Heraklius menyusun pasukan besar diutara Jazirah Arab, Syria, yang merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Ghassan dan Bani Lachmides. Untuk menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri siap berperang bersama nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula. Melihat besarnya pasukan Islam yang dipimpin nabi, tantara Romawi itu menjadi kecut. Nabi sendiri tidak melakukan perngejaran, tetapi berkemah di Tabuk.
·         Masa terakhir Nabi Muhammad
Pada tahun ke-9 dan 10 H banyak suku dari berbagai pelosok Arab mengutus delegasi kepada Nabi Muhammad menyatakan ketundukan mereka. Masuknya orang Mekkah kedalam agama Islam rupanya mempunyai engaruh yang amat besar pada pnduduk padang pasir yang liar itu. Tahun ini disebut tahun perutusan.
Dalam kesempatan menunaikan ibdaha haji yang terakhir, haji Wada’, tahun 10 H, Nabi Muhammad menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain kemanusiaan, persamaan, keadilan, social, keadilan ekonomi, kebajikan dan solidaritas.



DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul munir, Sejarah Peradaban Islam,Jakarta: Amzah, 2013
Badri Yatim, M. A, Sejarah Peredaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011
Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, diterjemahkan oleh: H. A. Bahauddin, Kalam Mulia, Jakarta, 2001
Mas’ud , Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam,Jakarta: Amzah, 2013


[2] Badri Yatim, M. A, Sejarah Peredaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, h. 19
[4] Badri Yatim, M. A, Sejarah Peredaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, h. 25
[7]Mas’ud , Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, 2013, hlm. 385.
[8] Mas’ud , Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, 2013, hlm. 388.
[9]Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, diterjemahkan oleh: H. A. Bahauddin, Kalam Mulia, Jakarta, 2001, Hlm. 419.
[10] Badri Yatim, M. A, Sejarah Peredaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, h. 27
[11] Ibid. h. 28
[12] Badri Yatim, M. A, Sejarah Peredaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, h. 29
[13] Badri Yatim, M. A, Sejarah Peredaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, h. 32
[14] Amin, Samsul munir, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta, 2013, hlm. 85
[15] Badri Yatim, M. A, Sejarah Peredaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, h. 33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar