LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
EKOLOGI LAHAN GAMBUT
“EKOSISTEM LAHAN GAMBUT”

DISUSUN OLEH :
NAMA : NURHIDAYAT
NOVALIS
NIM : 1301140326
KELOMPOK : IV (EMPAT)
PRAKTIKUM KE : I (SATU)
TANGGAL : 29 MEI 2016
DOSEN PENGAMPU : AYATUS’ADAH M,Pd
ASISTEN : BUNGA NILAM SARI
: EMEN
:
SYAFRUDIN
LABORATORIUM BIOLOI
PROGRAM STUDI TADRI BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
TAHUN 2016
I.
TOPIK
“Ekosistem lahan gambut”.
II.
TUJUAN
Untuk membandingkan antara daerah terdedah dan ternaung ekosistem
lahan gambut.
III.
DASAR TEORI
Lahan
rawa gambut di indonesia cukup luas, mencapai 20,6 juta ha atau 10,8% dari luas
daratan indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat di empat pulau
besar, yaitu sumatera 35%, kalimantan 32%, sulawesi 3%, dan papua 30%. Lahan
rawa gambut adalah lahan rawa yang didominasi oleh tanah gambut. Lahan ini
mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi kehidupan dan penghidupan
manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga harus dilindungi dan dilestarikan.
Hutan
rawa gambut mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi dan fungsi-fungsi
lainnya seperti fungsi hidrologi, cadangan karbon, dan biodiversitas yang
penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa. Jika ekosistemnya
terganggu maka intensitas dan frekuensi bencana alam akan makin sering terjadi;
bahkan lahan gambut tidak hanya dapat menjadi sumber CO2, tetapi
juga gas rumah kaca lainnya seperti metana (CH4) dan nitrousoksida
(N2O).
Berkurang
atau hilangnya kawasan hutan rawa gambut akan menurunkan kualitas lingkungan,
bahkan menyebabkan banjir pada musim hujan serta kekeringan dan kebakaran
pada musim kemarau. Upaya pendalaman saluran untuk mengatasi banjir, dan
pembuatan saluran baru untuk mempercepat pengeluaran air justru menimbulkan
dampak yang lebih buruk, yaitu lahan pertanian di sekitarnya menjadi kering dan
masam, tidak produktif, dan akhirnya menjadi lahan tidur, bongkor, dan mudah
terbakar.
Ekosistem
sendiri merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan hidup yang salingmempengaruhi. Ekosistem merupakan
penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik
antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada
suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme
dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Organisme
akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organism juga mempengaruhi
lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Begitu juga menurut undang–undang
lingkungan hidup (uulh) 1982, yang mengatakan bahwa ekosistem adalah tatanan
kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang
saling mempengaruhi. Suatu ekosistem pada dasarnya merupakan suatu sistem
ekologi tempat berlangsungnya sistem pemrosesan energi dan perputaran materi
oleh komponen-komponen ekosistem dalam waktu tertentu.
Suatu
ekosistem di katakan dalam keaadan seimbang apabila komposisi di antara
komponen - komponen tersebut dalam keadaan seimbang. Ekosistem yang seimbang,
keberadaannya dapat bertahan lama atau kesinambungannya dapat terpelihara.
Perubahan ekosistem dapat mempengaruhi keseimbangannya. Perubahan ekosistem
dapat terjadi secara alami serta dapat pula karena aktivitas dan tindakan
manusia.
Hutan
rawa gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang yang biasanya
terletak di belakang tanggul sungai (backswamp). Hutan ini didominasi oleh
tanah-tanah yang berkembang dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal
sebagai tanah gambut atau tanah organic (histosols). Dalam skala besar, hutan
ini membentuk kubah (dome) dan terletak diantara dua sungai besar. Hutan
rawa dan hutan gambut terdapat di dalam satu daerah, dan biasanya hutan gambut
merupakan kelanjutan dari hutan rawa. Perbedaannya hanya pada hutan gambut
memiliki lapisan gambut, yakni lapisan bahan organic yang tebal mencapai 1-2 m,
sedangkan hutan rawa lapisannya hanya sekitar 0,5 m. Kedua hutan ini selalu
hijau, dan mempunyai tajuk yang berlapis-lapis dengan berbagai jenis walaupun
tidak selengkap hutan hujan. Biasanya didominasi oleh jenis-jenis dikotiledon
dan ketinggian dapat mencapai 30 m terutama sebelah tepinya. Semakin ke tengah
semakin pendek, bahkan terkadang di tengah bisa mencapai tinggi 2 m sehingga
sering disebut hutan cebol.
Tanah
gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun dari bahan tanah organik
berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah melapuk dengan
ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi taksonomi tanah, tanah
gambut disebut histosols (histos, tissue: jaringan) atau sebelumnya bernama
organosols (tanah tersusun dari bahan organik).
Tanah
gambut selalu terbentuk pada tempat yang kondisinya jenuh air atau tergenang,
seperti pada cekungan-cekungan daerah pelembahan, rawa bekas danau, atau daerah
depresi/basin pada dataran pantai di antara dua sungai besar, dengan bahan
organik dalam jumlah banyak yang dihasilkan tumbuhan alami yang telah
beradaptasi dengan lingkungan jenuh air. Penumpukan bahan organik secara
terusmenerus menyebabkan lahan gambut membentuk kubah (peat dome). Aliran air yang
berasal dari hutan gambut bersifat asam dan berwarna hitam atau kemerahan
sehingga di kenal dengan nama ‘sungai air hitam’.
Secara
ekologis ekosistem hutan rawa gambut merupakan tempat pemijahan ikan yang ideal
selain menjadi habitat berbagai jenis satwa liar termasuk jenis-jenis endemik.
Dengan kata lain, hutan rawa gambut merupakan sumber daya biologis yang penting
yang dapat dimanfaatkan dan dikonservasi untuk memperoleh manfaat yang lestari.
Lahan gambut memiliki peranan hidrologis yang penting karena secara alami
berfungsi sebagai cadangan (reservoir) air dengan kapasitas yang sangat besar.
Jika tidak mengalami gangguan, lahan gambut dapat menyimpan air sebanyak 0,8 -
0,9 m3/m3. Dengan demikian lahan gambut dapat mengatur debit air pada musim
hujan dan musim kemarau. Nilai penting inilah yang menjadikan lahan rawa gambut
harus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya. Fungsi dan manfaat ekosistem
gambut mengacu pada kegunaan, baik langsung maupun tidak langsung bagi
masyarakat.
Komponen
penyusun hutan rawa gambut terdiri dari komponen biotik kekhasan lingkungan
abiotik hutan rawa gambut membuat hanya spesies tertentu yang mampu bertahan di
lingkungan ekosistem ini. Komponen biotik dapat berupa ikan, udang, siput, dan
hewan sungai lain, ganggang dan lumut, dan tumbuhan air seperti enceng gondok.
Pohonnya berupa kayu (meranti, jati) rotan, dan hasil hutan lain. Beberapa
spesies hewan langka : harimau pada hutan rawa gambut sumsel, dan gajah
sumatera) dan beberapa spesies burung. Komponen abiotik sendiri terdiri dari rawa
pasang surut, rawa lebal, dan rawa lebak peralihan.
Tanah gambut memiliki kadar
asam yang tinggi sehingga menyebabkan keterbatasan nutrient terutama pada
bagian kubah gambut, menjadikan hutan rawa gambut memiliki struktur yang khas.
Pada bagian tepi umumnya didominasi jenis-jenis tumbuhan yang tinggi dengan
diemeter yang besar serupa dengan hutan dataran rendah lainnya dan
berubah menjadi pohon-pohon dengan diameter lebih kecil di pusat kubah.
Kekayaan jenis juga semakin menurun kearah pusat kubah. Vegetasi yang tumbuh di
gambut ombrogen memiliki karakteristik zonasi yang berlapis menuju pusat kubah
gambut (peat dome). Vegetasi yang tumbuh bervariasi mulai hutan gambut campuran
dengan lebih dari 100 jenis di zona terluar tegakan murni satu jenis, misalnya
shorea di zona tengah. Karena permukaan gambut ombrogen berbentuk kubah dan
satu – satunya masukan hara berasal dari air hujan, terdapat kecenderungan
penurunan kandungan hara menuju pusat gambut, terutama fosfat (P) dan kalium (K).
Kecenderungan penurunan kesuburan ke arah pusat daerah gambut tercermin dari
keadaan vegeasinya, antara lain penurunan tinggi tajuk, penurunan total biomass
per unit luas, penurunan diameter/keliling jenis – jenis tertentu, peningkatan
ketebalan daun sebagai akibat dari adaptasi tumbuhan terhadap tanah miskin
hara, ditemukannya jenis – jenis indicator tanah miskin hara yang makin berlimpah
terutama kantung semar (Nepenthes sp.), dan lain-lain.
IV.
ALAT DAN BAHAN
A.
Alat
No.
|
Alat
|
Jumlah
|
1.
|
Meteran
|
1
buah
|
2.
|
Patok
|
4
buah
|
3.
|
Soil
Tester
|
1
buah
|
4.
|
Lux
meter
|
1
buah
|
5.
|
Kantong
plastik
|
2
buah
|
6.
|
Tali
rapia
|
100
meter
|
B.
Bahan
No.
|
Bahan
|
Jumlah
|
1.
|
Kertas
label
|
1
buah
|
V.
PROSEDUR KERJA
1.
Menentukan lokasi kegiatan,
yaitu daerah terdedah dan daerah ternaung.
2.
Meletakkan plot (kuadran)
dengan ukuran 10x10 m2 secara subjektif pada masing-masing daerah.
3.
Mencatat parameter lingkungan
pada setiap plot sampel.
4.
Menghitung kerapatan,
kerapatan relatif, frekuensi, dan frekuensi relatif untuk masing-masing spesies
pada setiap plot. Memasukkan hasil perhitungan ke dalam tabel.
5.
Mengamati hewan apa saja yang
ada di sekitar plot pengamatan, mencatat hasil pengamatan.
6.
Membandingkan hasil
pengamatan daerah terdedah dan daerah ternaung.
VI.
DATA HASIL
PENGAMATAN
1.
Daerah Ternaung
No
|
Nama
Spesies
|
Jumlah
|
1
|
Spesies
a
|
19
|
2
|
Spesies
b
|
35
|
3
|
Spesies
c
|
51
|
4
|
Spesies
d
|
15
|
5
|
Spesies
e
|
27
|
6
|
Spesies
f
|
39
|
7
|
Spesies
g
|
15
|
Keterangan :
Suhu tanah : 29oC
Suhu udara :
28 oC
pH tanah : 6,5
2. Daerah Terdedah
No
|
Nama
Spesies
|
Jumlah
|
1
|
Spesies
h
|
80
|
2
|
Spesies
i
|
20
|
3
|
Spesies
j
|
30
|
4
|
Spesies
k
|
10
|
5
|
Spesies
l
|
50
|
Keterangan :
Suhu tanah : 34oC
Suhu udara : 31 oC
pH tanah :
6,6
3. Tabel Hasil Perhitungan Daerah Ternaung
No.
|
Nama
Spesies
|
![]() |
K
|
KR
%
|
F
|
FR
%
|
NP
|
Pi
|
H’
-Pi
log Pi x 3,32
|
1.
|
Spesies
a
|
19
|
0,19
|
9,453
|
1
|
14,286
|
23,739
|
0,095
|
0,322
|
2.
|
Spesies
b
|
35
|
0,35
|
17,413
|
1
|
14,286
|
31,699
|
0,174
|
0,437
|
3.
|
Spesies
c
|
51
|
0,51
|
25,373
|
1
|
14,286
|
39,659
|
0,254
|
0,502
|
4.
|
Spesies
d
|
15
|
0,15
|
7,463
|
1
|
14,286
|
21,749
|
0,075
|
0,280
|
5.
|
Spesies
e
|
27
|
0,27
|
13,433
|
1
|
14,286
|
27,719
|
0,134
|
0,388
|
6.
|
Spesies
f
|
39
|
0,39
|
19,403
|
1
|
14,286
|
33,689
|
0,194
|
0,459
|
7.
|
Spesies
9
|
15
|
0,15
|
7,463
|
1
|
14,286
|
21,749
|
0,075
|
0,280
|
![]() |
|
201
|
2,01
|
|
7
|
|
|
|
2,668
|
4. Tabel Hasil Perhitungan Daerah Terdedah
No.
|
Nama
Spesies
|
![]() |
K
|
KR
%
|
F
|
FR
%
|
NP
|
Pi
|
H’
-Pi
log Pi x 3,32
|
1.
|
Spesies
h
|
80
|
0,8
|
42,105
|
1
|
20
|
62,105
|
0,421
|
0,526
|
2.
|
Spesies
i
|
20
|
0,2
|
10,526
|
1
|
20
|
30,526
|
0,105
|
0,341
|
3.
|
Spesies
j
|
30
|
0,3
|
15,789
|
1
|
20
|
35,789
|
0,158
|
0,420
|
4.
|
Spesies
k
|
10
|
0,1
|
5,263
|
1
|
20
|
25,263
|
0,053
|
0,225
|
5.
|
Spesies
l
|
50
|
0,5
|
26,316
|
1
|
20
|
46,316
|
0,263
|
0,506
|
![]() |
|
|
1,9
|
|
5
|
100
|
|
|
2,018
|
VII.
PEMBAHASAN
Pengamatan
pada praktikum kali ini yaitu membahas mengenai ekosistem lahan gambut dimana
ada dua hal yang ingin dibandingkan yaitu antara daerah terdedah dan daerah
ternanung. Praktikum ini dilakukan dengan membuat dua plot untuk pengambilan
sampel. Satu plot diambil pada tempat terdedah dan satu plot lagi pada daerah
ternaung. Adapun ukuran dari kedua plot tersebut masing-masing seluas 100 m2
(10 x 10 m2). Dalam masing-masing plot diamati vegetasi apa saja
yang terdapat di dalam plot serta hewan apa saja yang ada di sekitar
masing-masing plot. Vegetasi yang ada di dalam masing-masing plot tersebut
dihitung jumlahnya kemudian ditentukan kerapatannya.
Berdasarkan
hasil pengamatan diketahui bahwa ada banyak sekali vegetasi yang beranekaragam
yang menempati lahan gambut, diantaranya yaitu paku-pakuan, pepohonan yang
beragam jenisnya, rerumputan, sawit dan masih banyak lagi. Untuk hewannya
sendiri yang yang kami jumpai pada lahan gambut tersebut yaitu semut, burung
dan kupu-kupu yang warnanya cerah.
Pada
plot yang kami ambil di daerah ternanung dengan suhu tanah 29oC,
suhu udara 28oC dan pH 6,5 ada sekitar 7 spesies yang tercover di
dalam plot tersebut. Namun, karena sebagian besar nama atau kalsifikasi dari
spesies-spesies tersebut tidak kami ketahui maka ketujuh spesies tersebut kami
anggap sebagai spesie a, b, c,d, e, f, dan g. Berdasakan hasil perhitungan
diketahui bahwa kerapatan dari masing-masing spesies tersebut secara berurutan
yaitu 0,19; 0,35 ; 0,51; 0,15; 0,27; 0,39; dan 0,15. Dari hasil pengamatan ini
setelah dihitung diketahui ternyata indeks diversitas dari spesies tumbuhan
(vegetasi) yang ada di lahan gambut ini termasuk kategori tinggi dengan nilai
indeks diversitas sebesar 2,668. Sedangkan pada plot 10 x 10 m2 yang kami ambil
di daerah terdedah dengan suhu tanah 34oC, suhu udara 31oC dan pH 6,6 ditemukan
spesies-spesies yang lebih sedikit jenisnya tetapi dengan pupolasi yang yang
cukup besar di mana populasi dari spesies h berjumlah 80, spesies i berjumlah
20, spesies j berjumlah 30, spesies k berjumlah 10, dan spesies l berjumlah
sebanyak 50. Dilihat dari banyaknya jumlah individu dari masing-masing spesies
sendiri dapat diketahui bahwa tingkat kerapatan dari masing-masing spesies
lebih besar dari pada kerapatan spesies yang terdapat pada daerah ternaung.
Berdasarkan hasil perhitungan sendiri diketahui bahwa indeks diversitas dari
daerah terdedah adalah sebesar 2,018. Indeks ini memperlihatkan bahwa di tempat
terdedah ini juga memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi dimana H’ > 1.
Dilihat dari pH tanah yang
telah kami ukur yaitu 6,5 pada daerah ternanung dan 6,6 pada daerah terdedah
menunjukkan bahwa lahan gambut memang bersifat asam dan ini sesuai dengan
beberapa literatur yang mengatakan bahwa lahan gambut adalah lahan basah yang
biasanya tergenang air dan bersifat asam.
VIII.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan
dapat disimpulkan bahwa:
1.
Spesies atau vegetasi yang
terdapat di lahan gambut sangat beraneka ragam mulai dari herba sampai pohon.
2.
Vegetasi di daerah ternanung
lebih beragam dibanding di daerah terdedah, sehingga indeks diversitasnya pun
lebih tinggi dibandingkan indeks diversitas vegetasi di daerah terdedah. Namun
untuk kerapatannya vegetasi di daerah terdedah lebih tinggi dibandingkan derah
ternaung.
B.
SARAN
Saran
saya untuk praktikum selanjutnya yaitu untuk praktikum yang akan datang agar
dilakukan di lokasi yang berbeda agar tidak hanya kondisi lahan gambut di
daerah Sebangau saja yang kita ketahui, teapi di daerah lainnya juga.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Nurjati, dkk. 1986.
Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung
Hakim, N, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung, Lampung
Hardjowigeno,
H. Sarwono., 2002. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar